Thursday, March 8, 2018

Fiksi Remaja


SIMPLE GIRL
Di tengah keramaian kota, aku berada di bass camp, berkumpul bersama teman – teman Club mobil. Aku yang sedang balapan bersama Club lainnya. Bergitu sorak penonton untuk menyaksikan sebuah pertunjukan. Aku bertemu lawan alias musuh bebuyutan, dia menatangku. Aku dan dia saling bertatapan. “ko, jangan harap bisa menang di pertandingan ini” tunjuknya sambil mengelilingiku “heee  jangan songong dehh, jadi orang” gertakku.
“bagaimana kalau aku dan ko, taruhan. Jika aku menang, kamu bisa jadi pembokat aku dan jika kamu menang sebaliknya” tantangnya. Aku pun mengiyakannya. Seumur – umur belum pernah ada perempuan yang nantangi aku. perempuan itu lumayan cantik juga. Ia berambut pendek, memakai jaket kulit hitam, plus kacamata hitam.
Aku dan dia berada di garis start, dan saling bertatapan dengan wajah sinis. Belum pernah aku balapan apalagi perempuan. “Bro aku yakin kamu bisa kalahin cewe songong itu” bisiknya salah satu sahabatku memberi dukungan. Saat pemandu memberikan isyarat dengan sapu tangan yang ia pegang.
“brummmm, brummmm, brummmm 1 2 3” pemandu memberikan isyarat, balapan pun di mulai, aku dan dia tarik ulur. Jarak kita tempuh sekitar tiga kilo untuk mencapai finish. Dengan circuit. “sedikit lagi capai finish” gumamku. Tanpa aku sadari ia sudah mencapai garis finish, arghhhh kalah. Kesalku seketika aku membuka pelindung kepala yang kukenakan. Ia menghampriku lalu berkata “bagaimana? Besok kau sudah bekerja sebagai pembokat, Bye” katanya. Melihat mereka berhura – hura. Selama ini aku tak pernah di kalahkan sekalipun. Tapi kenapa dengan seorang cewe aku bisa kalah, dalam hatiku bertanya – tanya.
“Bro sudahlah, nanti di balapan selanjutnya kau bisa kalahkan dia” kata Dony menyemangati. Aku hanya mengangguk tersenyum tipis. Aku berada di kamar masih memikirkannya. Di pagi itu aku berada di kampus bersama teman – teman clubku. Duduk di motor “woii” sapa permpuan itu tiba – tiba mengagetkanku. “ngapain kamu sini?” tanyaku “astaga pake tanya lagi, tugasmu di mulai hari ini” jawabnya nyolot, hingga membuatku geram. “oke” setelah itu aku pamit “guys, aku pergi dulu. Untuk menyelesaikan masalah” pintaku. Aku menyeret perempuan itu pergi. “apaan sihhh, sakit tau” katanya kesal melepaskan gemgaman lengannya. “Fio” menatap mata lebih dalam.
            “Hari ini, adekku ulang tahun, dan kamu temani aku mencari kado yang pass untuknya” perintah Fio. “kita menggunakan motorku saja” katanya lagi. Lima belas menit kemudian aku dan Fio sampai di sebuah toko buku. Tampak depan toko dipadati jejeran kendaraan motor yang terparkir. Aku dan Fio masuk dan ia melai mencari buku yang di inginkannya. “hee cari buku apaan sihh” berbisik di telinga Fio. “Novel” jawab singkat “heee, emangnya adek kamu itu suka baca buku yaa.” Angguknya sembari fokus mecanri buku yang ia cari.
            “ahhh ini pasti Denis suka” kata Fio penuh keyakinan. Fio mengambil beberapa buku. Ia menarik lenganku menuju kasir, setelah itu lalu mengajakku sebuah tempat. “kita mau kemana sih?” tanyaku sambil mengendarai motor. “udah nggak usah banyak tanyak, mendingan ikuti saja perintahku” perintah Fio lagi.
            Sesampainya aku melihat di papan bergantung tertera PANTI ASUHAN KASIH. Aku terkejut lalu setelah memarkirkan pas depan panti asuhan. Aku semakin bertanya – tanya mengapa Fio pergi sebuah panti ini. Memasuki ku melihat banyak anak – anak bersorak ceria, Fio menghampiri sosok lelaki. Mungkin lelaki yang di maksud Fio dia, gumam dalam hati.
            Tak pernah aku melihat senyuman Fio, yang aku tahu selama ini hanya jutek, marah, ataukah keselin, dalam hati berkata, mengamatinya setiap senyum dia pancarkan. Acara pun berlangsung bergitu hangat, aku tak pernah merasakan keceriaan. Aku menjadi mengingat kebersamaan bersama keluarga di rumah. Tapi kini sudah jarang karena ayah terlalu sibuk dengan perkerjaannya, bergitu pula dengan Mami, semua serba perkerjaan.
            “Ini buat kamu dek” kata Fio menyodorkan sebuah kado
“Selamat ya” kataku memberi ucapan. “Makasih banyak kak” balas Denis. Aku keluar berjalan menuju teras. Aku hanya duduk menunggu Fio, memainkan gadget. Tiba – tiba ada menyodorkan kue tas pas depan mataku. Menoleh “ini untuk kakak” kata anak kecil, seketika mengambil kue yang ia berikan. “adek namanya siapa? Sini duduk bareng kakak” ajakku, menuruti permintaanku. “aku Bella kak, kalau kakak siapa?” tanya balik. Aku tersenyum lebar “aku Borries”. Aku dan anak kecil bernama Bella bermain, bercanda bersamanya. Hingga tiba waktu akhirnya acara sudah selesai juga.
            Fio berjalan keluar menghampiri Borries yang sedang duduk bersama salah satu anak panti yang bernama Bella. Duduk di sebelah anak kecil. “ Bella ayo sini, kakak Denis mau foto bareng “ ajak Ibu panti.
            Hening
            Sesekali hanya menoleh, “kenapa kamu rayakan disini? Kenapa nggak di tempat lain, seperti di Mall gitu di cafe – cafe seperti orang pada umumnya?” tanyaku bertubi – tubi. “yang pertama aku ingin berbagi, karena pastinya mereka juga pasti butuh kebahagiaan sama sepeti halnya adekku” jawabnya. anggukku. Aku tak pernah melalukan hal itu, Fio telah mengajarkan hal tentang hidup, berbagai antar sesama. “makasih ya kak” Denis menghampiri. “Ya” jawabnya senyum lebar memeluk adiknya.
            Hari minggu tiba
            Saat ini aku tak pergi kumpul di Bass camp, aku menuju kerumah Fio dengan mengendarai sebuah motor gede berwarna merah. Beberapa menit  kemudian aku tiba di rumah. Rumah begitu sederhana, ia tinggal bersama adiknya bernama Denis. Aku mencoba masuk ke halaman rumah, perkarangan begitu luas. Denis keluar aku menyapanya “Denis” menghampiriku “kak Borries, kakak cari Fio. Dia tadi pagi pergi?” kata Denis “kemana?” tanyaku. Denis memberi tahu alamat tersebut. “makasih ya Dek, aku segera kesana menemui Fio” sambil menepuk pundak Denis lalu pergi menuju ke tempat itu.
            Sampai di tempat yang selalu di kunjungi oleh Fio, aku terkejut saat melihat perempuan tomboy mengajari anak – anak kecil di tempat kumuh, tempat yang tak layak. Berada di bawah jembatan. Ia mengajar menggunakan papan tulis seadanya, beralaskan tikar sebagai tempat duduk. Aku kagum pada sosok perempuan jutek, jago balapan, suka buat onar. Ternyata di balik itu dia sosok sosial, membantu sesama dan penyayang anak kecil. Dari kejauhan aku melihat sosok pengagum.
            Diam – diam selama ini aku mengikuti Fio kemana ia pergi. Selama sebulan aku jadi pembokat. Tepat depan rumah tersebut aku mengirimkan dua puluh kotak makanan serta buah – buah. “ini apaan banyak banget makanannya, Denis apa kamu yang pesan ini semua” Fio keheranan “ahhhh nggak kak, mana mungkin duit dari mana coba, tapi tunggu dulu dehh kak, kayaknya ada kertas kecil”mengambil kertas kecil terselip di sela kantungan. Mulai membuka dan membaca. Aku berada di balik pohon, setelah itu aku bergegas pergi menuju Bass campku.
            Aku duduk diam dan merenungi diriku, selama ini aku berbuat onar, di bandingkan dengan Fio. Ia balapan untuk mencari uang, walaupun serba kecukupan tetap saja ia masih memikirkan orang lain. Beruntung orang mendapatkan sosok serperti dirinya, pikirku dalam hati. Tiba – tiba handphone berdiring melihat di layar tertera nama Fiola. “Hallo, ada apa Fio?” tanyaku “hmmmm apa kamu ya mengirimkan paket makanan dan buah – buahan?” tanyanya balik “Iya emang aku, itu buat ibu guru dan membagikan pada anak muridnya” ujarku. “ntar dulu dari mana kamu tahu kalau aku mengajar, apa selama ini kamu –“ terhenti seperti memikirkan sesuatu “apa?” aku kebingungan “nggak jadi, aku mau pergi dulu. Sebentar malam kita ketemu di taman” ajak Fio sektika menutup telepon. “kebiasaan main tutup saja” kesalku menyimpan handphone kedalam saku celana.
            Malam tiba aku berada di taman, duduk menunggu Fio “hey, sorry buatmu menunggu lama” sapanya “hmmmm hari ini sudah sebulan sudah jadi pembokatmu. Jadi sekarang aku dah bebaskan, hari terakhir aku mau berikan kamu ini, hanya kenang – kenangan saja” menyorotkan sebuah kotak kado “nanti saja kamu buka di rumah” tambahku. Ia hanya diam memandangi kado, aku menoleh “aku pergi dulu, masih ada urusan” kataku beranjak dari bangku lalu pergi meninggalkan Fio.
            Fio berada di kamar, membuka kado pemberian dari Borries. Sebuah jaket berwarna cream coklat kesukaannya. “kok dia bisa tahu ya kesukaanku apa, dari mana dia tahu?” Fio bertanya – tanya. Fio sangat bahagia karena ia mendapatkan kado dari Borries. Esok harinya ia pergi kerumah Borries untuk mengucapkan terima kasih. Tanpa sengaja Fio melihat Borries sedang bermain dengan seorang perempuan. aku menoleh berkata “Fio” dengan muka kecewa,marah segala macam aku tak tahu. Aku mengejar “Fio, itu tak seperti kamu lihat. Anita adalah sahabatku” teriakku langkahnya terhenti. Mencoba menghampiri dan menjelaskan padanya “aku menyukai cewe sederhana seperti kamu, mengajari aku dalam hidup” ia hanya tersenyum memandangiku.