SIMPLE GIRL
Di tengah keramaian kota, aku
berada di bass camp, berkumpul bersama teman – teman Club mobil. Aku yang
sedang balapan bersama Club lainnya. Bergitu sorak penonton untuk menyaksikan
sebuah pertunjukan. Aku bertemu lawan alias musuh bebuyutan, dia menatangku.
Aku dan dia saling bertatapan. “ko, jangan harap bisa menang di pertandingan
ini” tunjuknya sambil mengelilingiku “heee jangan songong dehh, jadi orang” gertakku.
“bagaimana kalau aku dan ko,
taruhan. Jika aku menang, kamu bisa jadi pembokat aku dan jika kamu menang
sebaliknya” tantangnya. Aku pun mengiyakannya. Seumur – umur belum pernah ada
perempuan yang nantangi aku. perempuan itu lumayan cantik juga. Ia berambut
pendek, memakai jaket kulit hitam, plus kacamata hitam.
Aku dan dia berada di garis start,
dan saling bertatapan dengan wajah sinis. Belum pernah aku balapan apalagi
perempuan. “Bro aku yakin kamu bisa kalahin cewe songong itu” bisiknya salah
satu sahabatku memberi dukungan. Saat pemandu memberikan isyarat dengan sapu
tangan yang ia pegang.
“brummmm, brummmm, brummmm 1 2 3”
pemandu memberikan isyarat, balapan pun di mulai, aku dan dia tarik ulur. Jarak
kita tempuh sekitar tiga kilo untuk mencapai finish. Dengan circuit. “sedikit
lagi capai finish” gumamku. Tanpa aku sadari ia sudah mencapai garis finish,
arghhhh kalah. Kesalku seketika aku membuka pelindung kepala yang kukenakan. Ia
menghampriku lalu berkata “bagaimana? Besok kau sudah bekerja sebagai pembokat,
Bye” katanya. Melihat mereka berhura – hura. Selama ini aku tak pernah di
kalahkan sekalipun. Tapi kenapa dengan seorang cewe aku bisa kalah, dalam
hatiku bertanya – tanya.
“Bro sudahlah, nanti di balapan
selanjutnya kau bisa kalahkan dia” kata Dony menyemangati. Aku hanya mengangguk
tersenyum tipis. Aku berada di kamar masih memikirkannya. Di pagi itu aku
berada di kampus bersama teman – teman clubku. Duduk di motor “woii” sapa
permpuan itu tiba – tiba mengagetkanku. “ngapain kamu sini?” tanyaku “astaga
pake tanya lagi, tugasmu di mulai hari ini” jawabnya nyolot, hingga membuatku
geram. “oke” setelah itu aku pamit “guys, aku pergi dulu. Untuk menyelesaikan
masalah” pintaku. Aku menyeret perempuan itu pergi. “apaan sihhh, sakit tau”
katanya kesal melepaskan gemgaman lengannya. “Fio” menatap mata lebih dalam.
“Hari
ini, adekku ulang tahun, dan kamu temani aku mencari kado yang pass untuknya”
perintah Fio. “kita menggunakan motorku saja” katanya lagi. Lima belas menit
kemudian aku dan Fio sampai di sebuah toko buku. Tampak depan toko dipadati
jejeran kendaraan motor yang terparkir. Aku dan Fio masuk dan ia melai mencari
buku yang di inginkannya. “hee cari buku apaan sihh” berbisik di telinga Fio.
“Novel” jawab singkat “heee, emangnya adek kamu itu suka baca buku yaa.”
Angguknya sembari fokus mecanri buku yang ia cari.
“ahhh
ini pasti Denis suka” kata Fio penuh keyakinan. Fio mengambil beberapa buku. Ia
menarik lenganku menuju kasir, setelah itu lalu mengajakku sebuah tempat. “kita
mau kemana sih?” tanyaku sambil mengendarai motor. “udah nggak usah banyak
tanyak, mendingan ikuti saja perintahku” perintah Fio lagi.
Sesampainya
aku melihat di papan bergantung tertera PANTI ASUHAN KASIH. Aku terkejut lalu
setelah memarkirkan pas depan panti asuhan. Aku semakin bertanya – tanya
mengapa Fio pergi sebuah panti ini. Memasuki ku melihat banyak anak – anak
bersorak ceria, Fio menghampiri sosok lelaki. Mungkin lelaki yang di maksud Fio
dia, gumam dalam hati.
Tak
pernah aku melihat senyuman Fio, yang aku tahu selama ini hanya jutek, marah,
ataukah keselin, dalam hati berkata, mengamatinya setiap senyum dia pancarkan.
Acara pun berlangsung bergitu hangat, aku tak pernah merasakan keceriaan. Aku
menjadi mengingat kebersamaan bersama keluarga di rumah. Tapi kini sudah jarang
karena ayah terlalu sibuk dengan perkerjaannya, bergitu pula dengan Mami, semua
serba perkerjaan.
“Ini
buat kamu dek” kata Fio menyodorkan sebuah kado
“Selamat ya” kataku memberi ucapan. “Makasih banyak
kak” balas Denis. Aku keluar berjalan menuju teras. Aku hanya duduk menunggu
Fio, memainkan gadget. Tiba – tiba ada menyodorkan kue tas pas depan mataku.
Menoleh “ini untuk kakak” kata anak kecil, seketika mengambil kue yang ia
berikan. “adek namanya siapa? Sini duduk bareng kakak” ajakku, menuruti
permintaanku. “aku Bella kak, kalau kakak siapa?” tanya balik. Aku tersenyum
lebar “aku Borries”. Aku dan anak kecil bernama Bella bermain, bercanda
bersamanya. Hingga tiba waktu akhirnya acara sudah selesai juga.
Fio
berjalan keluar menghampiri Borries yang sedang duduk bersama salah satu anak
panti yang bernama Bella. Duduk di sebelah anak kecil. “ Bella ayo sini, kakak
Denis mau foto bareng “ ajak Ibu panti.
Hening
Sesekali
hanya menoleh, “kenapa kamu rayakan disini? Kenapa nggak di tempat lain,
seperti di Mall gitu di cafe – cafe seperti orang pada umumnya?” tanyaku
bertubi – tubi. “yang pertama aku ingin berbagi, karena pastinya mereka juga
pasti butuh kebahagiaan sama sepeti halnya adekku” jawabnya. anggukku. Aku tak
pernah melalukan hal itu, Fio telah mengajarkan hal tentang hidup, berbagai
antar sesama. “makasih ya kak” Denis menghampiri. “Ya” jawabnya senyum lebar
memeluk adiknya.
Hari
minggu tiba
Saat
ini aku tak pergi kumpul di Bass camp, aku menuju kerumah Fio dengan
mengendarai sebuah motor gede berwarna merah. Beberapa menit kemudian aku tiba di rumah. Rumah begitu
sederhana, ia tinggal bersama adiknya bernama Denis. Aku mencoba masuk ke
halaman rumah, perkarangan begitu luas. Denis keluar aku menyapanya “Denis”
menghampiriku “kak Borries, kakak cari Fio. Dia tadi pagi pergi?” kata Denis
“kemana?” tanyaku. Denis memberi tahu alamat tersebut. “makasih ya Dek, aku
segera kesana menemui Fio” sambil menepuk pundak Denis lalu pergi menuju ke
tempat itu.
Sampai
di tempat yang selalu di kunjungi oleh Fio, aku terkejut saat melihat perempuan
tomboy mengajari anak – anak kecil di tempat kumuh, tempat yang tak layak.
Berada di bawah jembatan. Ia mengajar menggunakan papan tulis seadanya,
beralaskan tikar sebagai tempat duduk. Aku kagum pada sosok perempuan jutek,
jago balapan, suka buat onar. Ternyata di balik itu dia sosok sosial, membantu
sesama dan penyayang anak kecil. Dari kejauhan aku melihat sosok pengagum.
Diam
– diam selama ini aku mengikuti Fio kemana ia pergi. Selama sebulan aku jadi
pembokat. Tepat depan rumah tersebut aku mengirimkan dua puluh kotak makanan
serta buah – buah. “ini apaan banyak banget makanannya, Denis apa kamu yang
pesan ini semua” Fio keheranan “ahhhh nggak kak, mana mungkin duit dari mana
coba, tapi tunggu dulu dehh kak, kayaknya ada kertas kecil”mengambil kertas
kecil terselip di sela kantungan. Mulai membuka dan membaca. Aku berada di
balik pohon, setelah itu aku bergegas pergi menuju Bass campku.
Aku
duduk diam dan merenungi diriku, selama ini aku berbuat onar, di bandingkan
dengan Fio. Ia balapan untuk mencari uang, walaupun serba kecukupan tetap saja
ia masih memikirkan orang lain. Beruntung orang mendapatkan sosok serperti
dirinya, pikirku dalam hati. Tiba – tiba handphone berdiring melihat di layar tertera
nama Fiola. “Hallo, ada apa Fio?” tanyaku “hmmmm apa kamu ya mengirimkan paket
makanan dan buah – buahan?” tanyanya balik “Iya emang aku, itu buat ibu guru
dan membagikan pada anak muridnya” ujarku. “ntar dulu dari mana kamu tahu kalau
aku mengajar, apa selama ini kamu –“ terhenti seperti memikirkan sesuatu “apa?”
aku kebingungan “nggak jadi, aku mau pergi dulu. Sebentar malam kita ketemu di
taman” ajak Fio sektika menutup telepon. “kebiasaan main tutup saja” kesalku
menyimpan handphone kedalam saku celana.
Malam
tiba aku berada di taman, duduk menunggu Fio “hey, sorry buatmu menunggu lama”
sapanya “hmmmm hari ini sudah sebulan sudah jadi pembokatmu. Jadi sekarang aku
dah bebaskan, hari terakhir aku mau berikan kamu ini, hanya kenang – kenangan
saja” menyorotkan sebuah kotak kado “nanti saja kamu buka di rumah” tambahku.
Ia hanya diam memandangi kado, aku menoleh “aku pergi dulu, masih ada urusan”
kataku beranjak dari bangku lalu pergi meninggalkan Fio.
Fio
berada di kamar, membuka kado pemberian dari Borries. Sebuah jaket berwarna
cream coklat kesukaannya. “kok dia bisa tahu ya kesukaanku apa, dari mana dia
tahu?” Fio bertanya – tanya. Fio sangat bahagia karena ia mendapatkan kado dari
Borries. Esok harinya ia pergi kerumah Borries untuk mengucapkan terima kasih.
Tanpa sengaja Fio melihat Borries sedang bermain dengan seorang perempuan. aku
menoleh berkata “Fio” dengan muka kecewa,marah segala macam aku tak tahu. Aku
mengejar “Fio, itu tak seperti kamu lihat. Anita adalah sahabatku” teriakku
langkahnya terhenti. Mencoba menghampiri dan menjelaskan padanya “aku menyukai
cewe sederhana seperti kamu, mengajari aku dalam hidup” ia hanya tersenyum
memandangiku.